Saturday, May 26, 2018

Dari SBMPTN Hingga di Sosiologi UI

     Tulisan ini didedikasikan untuk orang tua saya yang mendorong saya hingga dapat masuk ke kampus idaman saya dan bertemu dengan teman-teman sejurusan saya.
●●●●●
     Perjalanan dimulai di saat saya naik kelas XII di Madrasah swasta di daerah Tebet. Siapa yang mengenal Madrasah Aliyah Attahiriyah? Ya, disitulah saya sekolah. Kelulusan sudah di depan mata, sedangkan tujuan pasca kelulusan belum dirancang dan masih mengawang-awang. Ada dua pilihan yang banyak diceritakan kepada saya setelah lulus dari SMA: kuliah atau kerja. Kuliah pun menjadi pilihan saya. Banyak dari teman saya yang berkomentar "kok ngga kerja aja?". Well, bisa saja saya memilih jalan 'bekerja'. Namun, saya sangat sadar penuh tentang sisi luar dan dalam dunia pekerjaan. Memang, semua lulusan SMA dapat bekerja layaknya orang yang 'berkuliah', namun, kesempatan memperoleh jabatan pekerjaannya itulah yang berbeda. Orang yang mempunyai kompetensi tinggi dan keahlian yang terspesifikasi melalui perkuliahan memiliki kesempatan memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih tinggi dibanding orang yang lulus setingkat SMA. Akhirnya saya bertekad untuk kuliah.
     Lalu persoalan pun muncul: kuliah di mana? bagaimana kampusnya? Beberapa dari kami yang ingin kuliah (well, saya sempat mengajak teman-teman yang lainnya dan akhirnya mereka mau) berpikiran bahwa "kuliah di swasta sajalah, deket dari rumah ini juga kan?". Saya tidak mau berpikir demikian. Memang, kuliah di swasta itu dekat, 'terjangkau tempatnya', namun, bagaimana dengan biayanya? Setelah saya survei ke mana-mana, terdapat perbedaan jauh antara kampus negeri dengan kampus swasta dalam hal fasilitas, biaya per semester, dan tentunya "nama kampus" yang kita bawa setelah lulus nanti ketika ingin mencari kerja. Tanpa ragu saya menuliskan target "kedepan, saya harus kuliah di negeri".
     Tapi, bukannya kuliah di negeri itu ketat persaingannya? Indonesia hanya memiliki sekitar 180 kampus negeri (koreksi jika salah) dan rata-rata ada 800 ribu pendaftar tes masuk kampus tersebut. Apalagi bagi yang tinggal di pulau jawa 'hanya mengenal' UI, UNJ, IPB, ITB, dan kampus lainnya  yang berjumlah hitungan jari. Ini kian mempersulit tes masuk ke kampus tersebut. Syukurlah, orang tua saya mau mendukung dan rela membayarkan ongkos kursus demi lulus di PTN. Saya sempat menolak karena ongkos kursus itu mahal dan penuh rasa "kalo ngga lulus mubazir tuh duit". Akhirnya demi hati orang tua saya, saya pun mau merelakan sabtu-minggu saya untuk belajar penuh mempersiapkan tes SBMPTN. Saya kursus di Nurul Fikri dengan biaya sekitar 6 juta rupiah. Namun, karena saya punya predikat peringkat 1 sejak kelas X (bukan sombong yaa hehehe), akhirnya bisa dapet potongan harga sekitar 3 juta alias diskon 50%. 
     Yah, sejak dijalani, memang berat sih. Saya iri dengan yang lain yang hari sabtu dan minggunya libur, bisa main HP, bisa ngumpul, bisa jalan-jalan, sedangkan saya hanya belajar dan belajar. Tetapi, saya tetap jalani dengan sepenuh hati, berpegang prinsip "lebih baik susah di awal daripada susah di akhir".
     Di semester kedua XII, saya dapat undangan untuk mengikuti SNMPTN. Senang rasanya! Tapi mindset yang dari dulu dibangun cuma "kuliah di perguruan tinggi", tanpa memikirkan nama kampusnya, jurusannya apa, minatnya apa, dan sebagainya. Karena kemakan gengsi dan kemegahan namanya, UI saya pilih sebagai prioritas! Saya memilih jurusan Ilmu Ekonomi UI, kedua, jurusan Sosiologi UI, ketiga, jurusan Pendidikan Ekonomi UNJ. Kalau dilihat-lihat, ekonomi ada di dua pilihan, karena memang pelajaran favoritku ekonomi, dan juga saya memilih kampus karena orang tua sangat mengharapkan saya untuk masuk di kampus ternama, UI. Lagipula, saya juga termakan suasana karena sering melihat kendaraan ber-sticker "We Are The Yellow Jackets" jadi iri deh. Sosiologi waktu itu saya pilih alasannya cukup sederhana: karena suka sama hal yang berbau masyarakat.
      Hari-hari berjalan normal, apalagi pas menghadapi ujian sana-sini. Hal yang menarik terjadi ketika saya ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Entah apa yang telah saya perbuat, mungkin karena saya intensif belajar mempersiapkan SBMPTN di kursus, saya merasa tidak ada kesulitan dalam mengerjakan soal UN. Bahkan, saya tidak pernah menyentuh kisi-kisi, apalagi buku yang tebelnya satu rim itu, yang judulnya "detik-detik UN" dan semacamnya, semua karena saya belajar intensif sungguh-sungguh di NF. Terima kasih NF dan Keluarga yang telah memberikan kesempatan untuk belajar persiapan tes SBMPTN. 
      Akhirnya, hasil SNMPTN keluar di jam 5 sore. Apa hasilnya? ZONK! Rasanya biasa aja sih, saya tidak terlalu mengharapkan jalur SNMPTN karena ada hal yang membuat sadar diri: akreditasi sekolah yang rendah, banyaknya saingan dari sekolah yang terkenal seperti sekolah tetangga SMA 8, dan banyaknya orang-orang yang lebih jenius dari saya. Di samping itu, saya sempat nyengir ketika tahu bahwa jurusan yang dipilih, seperti Ilmu Ekonomi UI, adalah jurusan superior, penuh orang-orang jenius. Ternyata jurusan yang saya pilih tidak serealistis dengan kemampuan saya. Ini membuat hati saya mulai gusar. 
     Beberapa kali saya berkonsultasi dengan pengajar NF mengenai apa jurusan yang seharusnya saya pilih kelak di SBMPTN nanti. Melalui pendekatan "Nilai Nasional" dan "Passing Grade", saya memiliki pilihan yang fix nanti. Jurusan yang saya pilih sesuai urutan adalah Sosiologi UI, Pendidikan Ekonomi UNJ, dan Pendidikan Geologi UNJ. 
     Orang tua juga sangat menyarankan agar mengikuti seleksi mandiri kampus. Saya sempat menolak karena sudah banyak uang yang saya keluarkan seperti uang pembayaran tes SBMPTN, dan biaya kursus yang tidak sedikit. Namun, lagi-lagi saya menuruti, demi ridho orang tua. Saya memilih untuk mengikuti seleksi masuk mandiri UIN atau SPMB.
     Alhasil, tibalah saya tes SBMPTN di tempat yang sudah ditentukan, di kampus UIN. Kita harus berjuang, mulai dari survei tempat dan transportasi terlebih dahulu, berangkat subuh-subuh, hingga persiapan mental dan jasmani. Belum lagi harus mengikuti tes mandiri UIN, mana lagi bulan puasa yang notabene panas, haus, lapar, pusing, dan sebagainya. Ada satu pengalaman unik nan mengenaskan. Diketahui peserta tes SBMPTN yang sekelas denganku lupa mengisi nomor ujiannya. Kalau sudah begitu, fix sudah ia tidak lulus. karena pada aturan dasarnya adalah: semua kolom data identitas harus diisi dan data isiannya benar. Mohon bersabar ya kawan.
      Setelah semuanya dilaksanakan, pikiran tenang. Tidak ada lagi yang namanya sekolah dan hanya menunggu hasil ke depannya. Saya sempat tidak bisa tidur karena panik. Setelah hasil tersebut keluar, sujud syukur, saya diterima di Sosiologi UI. Alhamdulillah, sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Sekali lulus SBMPTN, keinginan orang tua dan harapan pribadi dan tempat kursus terpenuhi!
     Semenjak itu, ya memang banyak hal-hal unik pasca pengumuman hasil SBMPTN. ada yang bergembira karena diterima dan santai-santai menunggu pengumuman, ada yang sedih dan stress karena belajarnya ia bilang "sia-sia", ada yang masa bodoh karena ia tidak ikut tes, ada yang membuat meme di dunia maya dan beberapa jejaring sosial. Nah, saya yang tipe pertama. Namun, bedanya, saya terlalu santai dan tenggelam dalam euphoria, sehingga akhirnya saya sadar "saya tidak punya kenalan yang baru lulus di UI, bagaimana menggapai informasinya ya?". Sebelumnya saya hanya mengandalkan pengumuman yang terpampang di website pendaftaran ulang UI dan twitter, tetapi informasi tersebut masih kurang jelas. Syukur, Tuhan masih berpihak kepada saya. Teman SMP saya yang juga diterima di Sosiologi UI bersama dengan saya mengabarkan pada saya "sudah dapat info terkini belum, dan sebagainya". Well, ternyata saya ketinggalan banyak info seperti kumpul bersama, bergabung di grup angkatan, dan sosialisasi terkait program satu semester ke depan. Syukurlah, saya tidak terlalu tertinggal begitu jauh.
     Semua sistem telah saya lalui, mulai dari daftar ulang bersama, sosialisasi osjur (orientasi pengenalan jurusan atau ospeknya jurusan), OBM, OKK, PSAK, dan akhirnya tibalah perkuliahan perdana. Wih, beda deh dari yang ada di SMA saya yang dulu. Bagaimana dengan osjurnya? bagi kalian yang keterima di Sosiologi UI dan melihat tulisan ini mengharap mengetahui bagaimana osjurnya, tidak kasar kok, kita dididik bagaimana menjadi mahasiswa sosiologi yang penuh dengan orientasi berpikir dan berkreasi. Nggak lama kok. Ternyata kuliah satu semester di sini setara dengan kuliah tiga bulan loh! Ngga bakal kerasa deh, serasa baru kemaren lulus SBMPTN, tapi sadar bahwa ini tulisan dibuat pas udah semester 3 yay!

Dari cerita tersebut, ada beberapa yang dapat kalian petik sebagai orang yang akan dan baru menjadi mahasiswa:
  • Tidak masalah kalian berasal dari sekolah manapun dan apapun, tetaplah percaya diri, usaha, dan doa dari kita dan orang terdekat kita.
  • Turutilah kemauan orang tua selagi masih bertujuan baik demi kebaikan kalian karena pada dasarnya ada suatu alasan dibalik keinginan orang tua.
  • Bagaimanapun, usaha, doa, dan harapan harus sejalan secara bersamaan.
  • Lebih baik susah di awal daripada susah di akhir.
  • Tetap bersyukur ketika menerima takdir baik maupun buruk.
  • Jalani masa-masa saat ini demi keberhasilan di kemudian hari.
  • Sadar diri dengan kemampuan masing-masing. Jangan terlalu menyamakan diri dengan orang lain yang belum tentu kita bisa sepertinya.

1 comment:

  1. Merkur 45c Review: The best Merkur 45c in the UK - Xn--o80b910a26eepc81il5g.online
    Merkur 45c Review: 카지노 The best Merkur 45c in the UK. 메리트 카지노 주소 Read the 메리트카지노 Merkur 45c review, compare prices and get a 100% match bonus up to £100! Rating: 5 · ‎Review by Alex W · ‎£100.00 · ‎In stock

    ReplyDelete